Wednesday, 15 May 2013

AHLAK KEPADA ALLAH SWT DAN RASULLULAH SAW




AHLAK TERHADAP ALLAH SWT DAN RASULLULAH SAW
( Kajian berahlak terhadap allah swt dan rasullah saw )



MAKALAH
(Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah Al Islam II)




Disusun Oleh :


                                           MUHAMAD YOGI            ( 41032161121007)
 RIDWAN SOPIANA          ( 41032161121016 )
 BAHRUL ULUM               ( 41032124121006 )
JUMROTUT THOLIBIN  ( 41032124121021)

















PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAAN BAHASA ARAB
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2013




KATA PENGANTAR


          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul BERAHLAK PADA ALLAH SWT DAN RASULLULAH

          Makalah ini membahas tentang berahlak pada Allah SWT dan Rasullulah serta Bentuk bentuk berahlak pada Allah SWT dan Rasullulah Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

          Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

   
                                                                                                                     Bandung, 20 April 2013

                                                                                                               Penyusun
                                                                                        
                                                                                                                 Kelompok 4




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................   i
DAFTAR ISI ...............................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................   1
1.1    Latar Belakang ..........................................................................   1
1.2    Rumusan Masalah .....................................................................   1
1.3    Tujuan .......................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................   3
             2.1  Ahlak kepada Allah SWT ..........................................................   3
             2.2 Macam macam ahlak kepada Allah SWT ...................................   4
             2.3  Ahlak kepada Rasullulah SAW .................................................   8
             2.4 Macam macam ahlak kepada Rasululah SAW ...........................   9
BAB II PENUTUP .....................................................................................   15
             3.1 Kesimpulan ................................................................................   15
             3.2 Saran ..........................................................................................   15
DAFAR PUSTAKA ....................................................................................   16





BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sember dari segala sumberdalam kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah SWT adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah SWT –lah yang pertama kaliharus dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Jika diperhatikan, akhlak kepada Allah SWT ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak kepada siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah SWT, maka ia tidak akan memiliki akhlah positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah SWT, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim harus mempunyai akhlak kepada Nabi SAW. Karena Nabi Muhammad SAW –lah, satu-satunya manusia terhebat di dunia ini. Yang telah membawa banyak perubahan bagi dunia yang fana ini, dan beliaulah cahaya yang menerangi bumi yang dulu kala gelap gulita. Yang sering dijuluki kekasih Allah SWT. Karena perilakunya beliau pula lah, yang sangat patut untuk di contoh, ditiru dan di amalkan kesehariannya oleh kita para umatnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Mengapa seorang muslim harus berakhlak kepada Allah SWT ?
2. Mengapa seorang muslim harus pula berakhlak pada Rasulullah SAW ?
3. Mencakup apa sajakah akhlak seorang muslim terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari ?
1.3. Tujuan



1. Untuk mengetahua alasan megapa seorang muslim harus berahlak pada  Allah   
    SWT
2. Unutuk mengetahui alaan seorang muslim harus berahlak pada rasullah SAW
3. Untuk mengetahui cakupan ahlak seorang muslim pada Allah SWT dan
    Rasullah SAW
  





BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Akhlak Kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :
فَالْــيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ (۵) خُلِقَ مِنْ مَآءٍ دَافِقٍ (۶) يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصًّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ (۷)
Artinya : “(5). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan tulang dada”.
Kedua, karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam syrat An-Nahl ayat 78 :
وَاللهُ أَخـْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا , وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ,
لَـعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (۷۸)
Artinya : “(78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.
Ketiga, karena Allah SWT –lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :
اللهُ الَّذِيْ سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيْهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (۱۲)


وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ جَمِيْعًا مِنْهُ , إِنَّ فِى ذَالِكَ لِآيَات لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ (۱۳)
Artinya : “(12). Allah -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13). Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.
Keempat, Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’ ayat 70 :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْ أدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِبْرٍ مِمَّنْ
خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً (٧٠ )
Artinya : “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.
Dari sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat perintah Allah SWT di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim memang diharuskan untuk berakhlak kepada Sang Pencipta.

2.2. Macam Akhlak Kepada Allah SWT
2.2.1. Taat Terhadap Perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –Nya., padahal Allah SWT –lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah SWT berfirman dala Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 65 :
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat diatas dengan bersabda :
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’an dan Sunnah)”. (HR. Abi Ashim Al-Syaibani)
2.2.2. Tawakal
Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mecari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.
Sahl At-Tusturi mengatakan, “Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia telah melncela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah meninggalkan keimanan”.

2.2.3. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan Padanya
Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.
Dari ‘Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :
“Setia kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggujng jawab atas aa yang dipimpinnya”. (HR. Muslim).

2.2.4. Ridlo terhadap ketentuan Allah SWT
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adala ridla terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Bukhari).
Apalagi terkadangsebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.

2.2.5. Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang terjerumus kedalam “kelupaan” sehingga berbuat kemaksiatan kepada –Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunterhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui”.

2.2.6. Obsesinya Adalah Keridloan Illahi
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktifitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktifitas untuk mencari keridloan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridloan Allah SWT tersebut, “terpaksa” harus mendapatkan “ketidaksukaan” dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita :
“Barang siapa yang mencari keridloan Allah dengan adanya kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridloan manusia juga. Dan barang siapa mencari keridloan manusia dengnan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia”. (HR. Tirmidzi Al-Qodlo’i dan Ibnu Asakir).
Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridloan manusia. Ia tidak akan peduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh orang lain.

2.2.7. Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya
Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”.
Oleh karenanya, sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.

2.2.8. Banyak Membaca Al-Qur’an
Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap Allah SWT adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman –Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mecintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut asma –Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman –Nya. Apalagi manakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an yang demikian besarnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan kepada kita :
“Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafa’at di hari kiamat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim)
Adapun bagi mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah SWT –pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :
“Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membaca Al-Qur’an sedang ia terbata-bata membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat”. (HR. Bukhori Muslim).
2.3. Akhlak Kepada Rasulullah SAW
Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan untuk berakhlak kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan warisan yang bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.
Saat Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang berharga, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada keduanya dipastikan tidak akan tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang yang melupakan, bahkan mematikan sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka kemudian malah beralih pada tradisi dan adat istiadat yang justru tidak sesuai dengan syari‘at.
Makalah ini mencoba mengingatkan kita tentang sebagian sunnah Rasulullah SAW yang telah dilupakan oleh banyak orang. Baik itu sunnah yang berbentuk perkataan maupun perbuatan beliau. Dan makalah ini pula mencoba mengajak kita untuk kembali menghidupkan sunnah Rasulullah SAW sebagai bentuk komitmen cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, yang menyuruh kita untuk mengikuti sunnah beliau.

2.4. Macam Akhlak Kepada Rasulullah SAW
2.4.1. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah beliau wariskan. “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Ibnu Majah)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : “Barang siapa menghidupkan salah satu sunnahku yang telah dimatikan, sesudahku (sesudah aku meninggal dunia), maka bagi orang tersebut pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka.” (HR. At-Tirmidzi).
2.4.2. Taat
“Hai orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.”
Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yg beriman dengan seruan “Hai orang-orang yg beriman” sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yg siap menerima perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun menjadi semakin siap menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya serta larangan-larangan -Nya.
Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka menyeru kepada yg ma’ruf dan mencegah yg munkar. Akan tetapi jika mereka menyuruh kepada hal-hal yg dapat melalaikan kewajiban untuk taat kepada Allah SWT atau bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT maka tiap kita kaum muslimin tidak boleh menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda yg artinya “Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yg ma’ruf dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam maksiat terhadap sang Khaliq.
Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dgn merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan unnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari ketulusannya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Iman kepada hari akhir akan membuat seseorang berpikir akan akibat segala perbuatannya yg dilakukannya di dunia. Pada hari akhir seluruh amal anak Adam akan dibalas, jika baik maka baik pula balasannya, namun jika buruk maka buruk pula balasannya. Boleh jadi seseorang dapat menghindari hukuman di dunia namun tidak akan dapat seseorang menghindar dari hukuman akhirat.
Dalam hal taat dan mengembalikan segala perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya terdapat kebaikan bagi orang-orang mukmin baik di dunia maupun di akhirat. Akibatnya lebih baik bagi mereka dari pada bermaksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya atau kembali kepada selain-Nya.
Perlu kita ketahui bahwa apabila manusia berlepas diri dari hukum Allah SWT niscaya mereka menjadi budak-budak setan dan hawa nafsu. Hal itu akan membuat seseorang dapat berhenti berselisih. Seseorang ingin mendapatkan kebebasan mutlak tetapi yg terjadi justru adalah menjadi budak setan dan hawa nafsunya.
2.4.3. Membaca Shalawat dan Salam
Selawat atau Shalawat (bahasa Arab: صلوات) adalah bentuk jamak dari kata salat yang berarti doa atau seruan kepada Allah SWT. Membaca shalawat untuk Nabi SAW, memiliki maksud mendoakan atau memohonkan berkah kepada Allah SWT untuk Nabi SAW dengan ucapan, pernyataan serta pengharapan, semoga beliau (Nabi SAW) sejahtera (beruntung, tak kurang suatu apapun, keadaannya tetap baik dan sehat).
Salam berarti damai, sejahtera, aman sentosa dan selamat. Jadi saat seorang muslim membaca selawat untuk Nabi SAW, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap damai, sejahtera, aman sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan.
Membaca Selawat harus disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi SAW. Orang yang membaca shalawat untuk Nabi SAW hendaknya disertai dengan niat dan didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan menghormati beliau. Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa apabila seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan hormat kepada Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar sayap. Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niatnya”.
Ada tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar sayap, yaitu :
1. Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.
2. Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya tidak sadar.
3. Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa hormat.
Nabi SAW bersabda : “Dan kalau kamu membaca shalawat, maka bacalah dengan penuh penghormatan untuk ku.”
Membaca shalawat untuk mencintai dan memuliakan Nabi SAW. Siti Aisyah ra. berkata : “Barangsiapa cinta kepada Allah SWT, maka dia banyak menyebutnya dan buahnya ialah Allah SWT akan mengingat dia, juga memberi rahmat dan ampunan kepadanya, serta memasukannya ke surga bersama para Nabi dan para Wali. Dan Allah SWT memberi kehormatan pula kepadanya dengan melihat keindahan-Nya. Dan barang siapa cinta kepada Nabi SAW maka hendaklah ia banyak membaca shalawat untuk Nabi SAW dan buahnya ialah ia akan mendapat syafa’at dan akan bersama beliau di surga.”
Selanjutnya Nabi SAW bersabda : “Barang siapa membaca selawat untukku karena memuliakanku, maka Allah SWT menciptakan dari kalimat (shalawat) itu satu malaikat yang mempunyai dua sayap, yang satu di timur dan satunya lagi di barat. Sedangkan kedua kakinya di bawah bumi sedangkan lehernya memanjang sampai ke Arasy”. Allah SWT berfirman kepadanya : “Bacalah selawat untuk hamba-Ku, sebagaimana dia telah membaca selawat untuk Nabi-Ku. Maka Malaikat pun membaca selawat untuknya sampai hari kiamat.”
2.4.4. Mencintai Keluarga Nabi SAW
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).
Marilah kita letakkan segala bentuk fanatisme yang ada di pundak kita selama ini. Tidak dipungkiri lagi bahwa keluarga Nabi SAW yang terkenal dengan sebutan Ahlulbait adalah manusia-manusia yang mempunyai kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya setelah Rasulullah SAW. Akan tetapi sangat disayangkan sekali bahwa banyak sekali kaum Muslimin yang melupakan dan bahkan tidak mengetahui eksistensi mereka (keluarga Nabi SAW).
Hadits di atas adalah salah satu dari puluhan bukti otentik yang sangat jelas yang mengisyaratkan kepada kita semua bahwa begitu besar keutamaan mereka hingga Nabi SAW berwasiat kepada para sahabatnya dan kita khususnya sebagai umat Islam agar selalu berpegang teguh kepadanya (Al-Quran & Ahlulbait), jika tidak maka akan tersesatlah mereka yang berpaling dari dua perkara besar tersebut (Ats-Tsaqalain).
Mengapa keluarga Nabi Saw? Apakah beliau Saw berkata seperti itu hanya dikarenakan faktor kasih sayang beliau terhadap keluarganya dan juga karena hubungan darah semata? Tentu saja tidak, karena segala perkataan yang keluar dari mulut suci beliau pasti atas dasar petunjuk dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5)
Marilah kita bertabarruk dengan mempelajari ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits sahih yang berkenaan dengan Ahlulbait Rasulullah kemudian membuka mata dan hati kita untuk melihat kemuliaan-kemuliaan mereka yang selama ini tidak kita ketahui agar kita dapat mencintai mereka dan mengikuti apa yang diajarkan oleh mereka ‘alaihimussalam.
2.4.5. Ziarah
Kata ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk atau mengunjungi. Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam ketempat tertentu yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Namun sering kali kata ziarah disebut oleh kebanyakan orang adalah berkunjung ke makam dan dan mendoakannya sambil mengingat akan diri sendiri dan mengambil pelajaran tentang kematian. Kegiatan berziarah tersebut terbagi dua bagian, yakni beerziarah menurut syari’at dan berziarah yang berbentuk bid’ah.
Pada awal sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-laki maupun perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya keimanan. Namun, ketika aqidah umat islam sudah demikian mantapdan telah diketahui hukum berziarah serta tujuannya, maka dibolehkan karena pula ada hadits yang membolehkannya. Madzhab syafi’i berpendapat bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah, sedangkan kaum wahabi mengatakan bahwa ziarah kubur hukumnya mubah






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kajian tentang akhlak Kepada allah dan Rasulnya merupakan kajian yang sangat penting, karena jatuh bangunnya suatu bangsa ataupun masyarakat tergantung pada bagaimana akhlak manusia. Seseorang yang berakhlak mulia akan memenuhi kewajiban terhadap dirinya, memberikan hak kepada yang berhak, dia akan melakukan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap Rosulnya, Oleh karena itu, secara tidak langsung berahlak kepada allah dan rosulnya dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan harmonis di dunia ini, dan menjadi kunci kebahagiaan abadi di akhirat kelak .
B.     Saran
Kita Selaku Manusia beriman kepada allah dan rasulnya tentunya harus paham, mengerti  dan mengimplementasikan bagaimana kita berahlak kepada allah dan rasulnya yang seharusnya kita lakukan selaku umatnya.






DAFTAR PUSTAKA
Muntahir , Al Rado.2013. Tersedia:http://miftassyumaisah.wordpress.com/akhlak-2/akhlak-kepada-allah-swt-dan-nabi-saw/ .( online ). Jakarta. Diakses pada 21 April 2012

No comments:

Post a Comment