AHLAK TERHADAP ALLAH SWT DAN RASULLULAH SAW
( Kajian berahlak terhadap allah swt dan rasullah saw )
MAKALAH
(Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah
Al Islam II)
Disusun Oleh :
MUHAMAD YOGI ( 41032161121007)
RIDWAN
SOPIANA ( 41032161121016 )
BAHRUL
ULUM (
41032124121006 )
JUMROTUT THOLIBIN ( 41032124121021)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAAN BAHASA
ARAB
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM
NUSANTARA
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ BERAHLAK
PADA ALLAH SWT DAN RASULLULAH”
Makalah ini membahas tentang berahlak pada
Allah SWT dan Rasullulah serta Bentuk bentuk berahlak pada Allah SWT dan
Rasullulah Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Bandung, 20 April 2013
Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.3
Tujuan ....................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
2.1 Ahlak kepada Allah SWT .......................................................... 3
2.2 Macam macam ahlak kepada Allah SWT ................................... 4
2.3 Ahlak kepada Rasullulah SAW ................................................. 8
2.4 Macam macam ahlak kepada Rasululah SAW ........................... 9
BAB
II PENUTUP ..................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 15
3.2 Saran .......................................................................................... 15
DAFAR
PUSTAKA .................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap
muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sember dari segala sumberdalam
kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan
segala isinya, Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya.
Allah SWT adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia dan
lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap
muslim maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah SWT –lah yang
pertama kaliharus dijadikan prioritas dalam berakhlak.
Jika
diperhatikan, akhlak kepada Allah SWT ini merupakan pondasi atau dasar dalam
berakhlak kepada siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak
memiliki akhlak positif terhadap Allah SWT, maka ia tidak akan memiliki akhlah
positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak
yang karimah terhadap Allah SWT, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju
kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Selain
berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim harus mempunyai
akhlak kepada Nabi SAW. Karena Nabi Muhammad SAW –lah, satu-satunya manusia
terhebat di dunia ini. Yang telah membawa banyak perubahan bagi dunia yang fana
ini, dan beliaulah cahaya yang menerangi bumi yang dulu kala gelap gulita. Yang
sering dijuluki kekasih Allah SWT. Karena perilakunya beliau pula lah, yang
sangat patut untuk di contoh, ditiru dan di amalkan kesehariannya oleh kita
para umatnya.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Mengapa seorang muslim harus berakhlak kepada Allah SWT ?
2.
Mengapa seorang muslim harus pula berakhlak pada Rasulullah SAW ?
3.
Mencakup apa sajakah akhlak seorang muslim terhadap Allah SWT dan Rasulullah
SAW dalam kehidupan sehari-hari ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahua
alasan megapa seorang muslim harus berahlak pada Allah
SWT
2. Unutuk mengetahui
alaan seorang muslim harus berahlak pada rasullah SAW
3. Untuk mengetahui
cakupan ahlak seorang muslim pada Allah SWT dan
Rasullah SAW
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Akhlak Kepada Allah SWT
Akhlak
kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau
perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut
dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia
perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama,
karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia
dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini
sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai
berikut :
فَالْــيَنْظُرِ
الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ (۵) خُلِقَ مِنْ مَآءٍ دَافِقٍ (۶) يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ
الصًّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ (۷)
Artinya
: “(5). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6).
Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang terpancar dari tulang
sulbi (punggung) dan tulang dada”.
Kedua,
karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca indera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping anggota
badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam syrat
An-Nahl ayat 78 :
وَاللهُ
أَخـْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا , وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ,
لَـعَلَّكُمْ
تَشْكُرُوْنَ (۷۸)
Artinya
: “(78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati
agar kamu bersyukur”.
Ketiga,
karena Allah SWT –lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT
dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :
اللهُ
الَّذِيْ سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيْهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوْا
مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (۱۲)
وَسَخَّرَ
لَكُمْ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ جَمِيْعًا مِنْهُ , إِنَّ فِى ذَالِكَ
لِآيَات لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ (۱۳)
Artinya
: “(12). Allah -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat
berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13). Dan Dia
menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya
(sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.
Keempat,
Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan daratan
dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’ ayat 70 :
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِيْ أدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ
مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِبْرٍ مِمَّنْ
خَلَقْنَا
تَفْضِيْلاً (٧٠ )
Artinya
: “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan
yang sempurna”.
Dari
sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah
SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat
perintah Allah SWT di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim memang
diharuskan untuk berakhlak kepada Sang Pencipta.
2.2. Macam Akhlak Kepada Allah SWT
2.2.1.
Taat Terhadap Perintah-Nya
Hal
pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT,
adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –Nya., padahal Allah SWT –lah
yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah SWT berfirman dala
Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 65 :
Artinya
: “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga)
kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
Kendati
demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim
kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi
tidak adanya keimanan. Dalam Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan
makna ayat diatas dengan bersabda :
“Tidak
beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya)
mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’an dan Sunnah)”. (HR. Abi Ashim
Al-Syaibani)
2.2.2.
Tawakal
Tawakal
bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 di
jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mecari rizki
dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.
Sahl
At-Tusturi mengatakan, “Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka
dia telah melncela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang
siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah
meninggalkan keimanan”.
2.2.3.
Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan Padanya
Etika
kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki
rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya. Karena pada
hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya,
seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka
itu meruakan amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.
Dari
‘Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :
“Setia
kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang
dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan
pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami
merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia
bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah
pemimpin, dan bertanggujng jawab atas aa yang dipimpinnya”. (HR. Muslim).
2.2.4.
Ridlo terhadap ketentuan Allah SWT
Etika
berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adala ridla
terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada dirinya. Seperti
ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang
mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya.
Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun
yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa
keburukan. Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh
mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik
bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa
hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah,
ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi
dirinya.” (HR. Bukhari).
Apalagi
terkadangsebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan kita terhadap
sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik,
justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki
nilai kebaikan bagi diri kita.
2.2.5.
Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya
Sebagai
seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan
lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh karena itulah,
etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang terjerumus kedalam “kelupaan”
sehingga berbuat kemaksiatan kepada –Nya adalah dengan segera bertaubat kepada
Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
“Dan
juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunterhadap dosa-dosa
mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui”.
2.2.6.
Obsesinya Adalah Keridloan Illahi
Seseorang
yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi
dalam segala aktifitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan
beraktifitas untuk mencari keridloan atau pujian atau apapun dari manusia.
Bahkan terkadang, untuk mencapai keridloan Allah SWT tersebut, “terpaksa” harus
mendapatkan “ketidaksukaan” dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita :
“Barang
siapa yang mencari keridloan Allah dengan adanya kemurkaan manusia, maka Allah
akan memberikan keridloan manusia juga. Dan barang siapa mencari keridloan
manusia dengnan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya
pada manusia”. (HR. Tirmidzi Al-Qodlo’i dan Ibnu Asakir).
Dan
hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya.
Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya
tentulah hanya keridloan manusia. Ia tidak akan peduli, apakah Allah menyukai
tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh orang lain.
2.2.7.
Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya
Etika
atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim terhadap Allah SWT
adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat
mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena, pada hakekatnya seluruh
aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT
berfirman :
“Dan
tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku”.
Oleh
karenanya, sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya
merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga
ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji
dan lain sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan
pada saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak
hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang
direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh masyarakat
dunia pada umumnya.
2.2.8.
Banyak Membaca Al-Qur’an
Etika
dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap Allah
SWT adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang
merupakan firman-firman –Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia
akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mecintai
Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut asma –Nya dan juga
senantiasa akan membaca firman-firman –Nya. Apalagi manakala kita mengetahui
keutamaan membaca Al-Qur’an yang demikian besarnya. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW mengatakan kepada kita :
“Bacalah
Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafa’at di hari
kiamat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim)
Adapun
bagi mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya
ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun
seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah SWT
–pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain
Rasulullah SAW bersabda :
“Orang
(mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan
bersama malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membaca
Al-Qur’an sedang ia terbata-bata membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan
huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat”. (HR. Bukhori
Muslim).
2.3. Akhlak Kepada Rasulullah SAW
Selain
berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan untuk
berakhlak kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan
warisan yang bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.
Saat
Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang berharga, yakni
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada keduanya dipastikan
tidak akan tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang yang melupakan,
bahkan mematikan sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka kemudian malah beralih
pada tradisi dan adat istiadat yang justru tidak sesuai dengan syari‘at.
Makalah
ini mencoba mengingatkan kita tentang sebagian sunnah Rasulullah SAW yang telah
dilupakan oleh banyak orang. Baik itu sunnah yang berbentuk perkataan maupun
perbuatan beliau. Dan makalah ini pula mencoba mengajak kita untuk kembali
menghidupkan sunnah Rasulullah SAW sebagai bentuk komitmen cinta kita kepada
Allah dan Rasul-Nya, yang menyuruh kita untuk mengikuti sunnah beliau.
2.4. Macam Akhlak Kepada Rasulullah
SAW
2.4.1.
Menghidupkan Sunnah
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa, kita sebagai
umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah beliau
wariskan. “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku,
kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti
pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka
sedikit pun.” (HR Ibnu Majah)
Dalam
hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : “Barang siapa menghidupkan
salah satu sunnahku yang telah dimatikan, sesudahku (sesudah aku meninggal
dunia), maka bagi orang tersebut pahala seperti pahala orang yang
mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka.” (HR.
At-Tirmidzi).
2.4.2.
Taat
“Hai
orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka
kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik
akibatnya.”
Allah
SWT menyeru hamba-hamba-Nya yg beriman dengan seruan “Hai orang-orang yg
beriman” sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yg siap menerima
perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun
menjadi semakin siap menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada
Allah dan kepada Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya
serta larangan-larangan -Nya.
Kaum
muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka menyeru
kepada yg ma’ruf dan mencegah yg munkar. Akan tetapi jika mereka menyuruh
kepada hal-hal yg dapat melalaikan kewajiban untuk taat kepada Allah SWT atau
bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT maka tiap kita kaum
muslimin tidak boleh menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda yg artinya
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yg ma’ruf dan tidak ada ketaatan
terhadap makhluk dalam maksiat terhadap sang Khaliq.
Jika
terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka dengan
Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan persoalan itu
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dgn merujuk kepada kitabullah dan sunnah
Rasul-Nya.
Jika
benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan unnah
Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum kepada
selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari
ketulusannya.
Jika
seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada
Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha
Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Iman kepada
hari akhir akan membuat seseorang berpikir akan akibat segala perbuatannya yg
dilakukannya di dunia. Pada hari akhir seluruh amal anak Adam akan dibalas,
jika baik maka baik pula balasannya, namun jika buruk maka buruk pula
balasannya. Boleh jadi seseorang dapat menghindari hukuman di dunia namun tidak
akan dapat seseorang menghindar dari hukuman akhirat.
Dalam
hal taat dan mengembalikan segala perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya
terdapat kebaikan bagi orang-orang mukmin baik di dunia maupun di akhirat.
Akibatnya lebih baik bagi mereka dari pada bermaksiat kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya atau kembali kepada selain-Nya.
Perlu
kita ketahui bahwa apabila manusia berlepas diri dari hukum Allah SWT niscaya
mereka menjadi budak-budak setan dan hawa nafsu. Hal itu akan membuat seseorang
dapat berhenti berselisih. Seseorang ingin mendapatkan kebebasan mutlak tetapi
yg terjadi justru adalah menjadi budak setan dan hawa nafsunya.
2.4.3.
Membaca Shalawat dan Salam
Selawat
atau Shalawat (bahasa Arab: صلوات) adalah bentuk jamak dari kata salat yang
berarti doa atau seruan kepada Allah SWT. Membaca shalawat untuk Nabi SAW,
memiliki maksud mendoakan atau memohonkan berkah kepada Allah SWT untuk Nabi
SAW dengan ucapan, pernyataan serta pengharapan, semoga beliau (Nabi SAW)
sejahtera (beruntung, tak kurang suatu apapun, keadaannya tetap baik dan
sehat).
Salam
berarti damai, sejahtera, aman sentosa dan selamat. Jadi saat seorang muslim
membaca selawat untuk Nabi SAW, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap
damai, sejahtera, aman sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan.
Membaca
Selawat harus disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi SAW.
Orang yang membaca shalawat untuk Nabi SAW hendaknya disertai dengan niat dan
didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan
menghormati beliau. Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa
apabila seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan
hormat kepada Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar
sayap. Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niatnya”.
Ada
tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar sayap,
yaitu :
1.
Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.
2.
Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya
tidak sadar.
3.
Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa
hormat.
Nabi
SAW bersabda : “Dan kalau kamu membaca shalawat, maka bacalah dengan penuh
penghormatan untuk ku.”
Membaca
shalawat untuk mencintai dan memuliakan Nabi SAW. Siti Aisyah ra. berkata :
“Barangsiapa cinta kepada Allah SWT, maka dia banyak menyebutnya dan buahnya
ialah Allah SWT akan mengingat dia, juga memberi rahmat dan ampunan kepadanya,
serta memasukannya ke surga bersama para Nabi dan para Wali. Dan Allah SWT
memberi kehormatan pula kepadanya dengan melihat keindahan-Nya. Dan barang
siapa cinta kepada Nabi SAW maka hendaklah ia banyak membaca shalawat untuk
Nabi SAW dan buahnya ialah ia akan mendapat syafa’at dan akan bersama beliau di
surga.”
Selanjutnya
Nabi SAW bersabda : “Barang siapa membaca selawat untukku karena memuliakanku,
maka Allah SWT menciptakan dari kalimat (shalawat) itu satu malaikat yang
mempunyai dua sayap, yang satu di timur dan satunya lagi di barat. Sedangkan
kedua kakinya di bawah bumi sedangkan lehernya memanjang sampai ke Arasy”.
Allah SWT berfirman kepadanya : “Bacalah selawat untuk hamba-Ku, sebagaimana
dia telah membaca selawat untuk Nabi-Ku. Maka Malaikat pun membaca selawat untuknya
sampai hari kiamat.”
2.4.4.
Mencintai Keluarga Nabi SAW
Rasulullah
SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara yang besar
untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah
Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada
keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga
al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani
dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits
Al-Shahihah).
Marilah
kita letakkan segala bentuk fanatisme yang ada di pundak kita selama ini. Tidak
dipungkiri lagi bahwa keluarga Nabi SAW yang terkenal dengan sebutan Ahlulbait
adalah manusia-manusia yang mempunyai kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang
tidak dimiliki oleh manusia lainnya setelah Rasulullah SAW. Akan tetapi sangat
disayangkan sekali bahwa banyak sekali kaum Muslimin yang melupakan dan bahkan
tidak mengetahui eksistensi mereka (keluarga Nabi SAW).
Hadits
di atas adalah salah satu dari puluhan bukti otentik yang sangat jelas yang
mengisyaratkan kepada kita semua bahwa begitu besar keutamaan mereka hingga
Nabi SAW berwasiat kepada para sahabatnya dan kita khususnya sebagai umat Islam
agar selalu berpegang teguh kepadanya (Al-Quran & Ahlulbait), jika tidak
maka akan tersesatlah mereka yang berpaling dari dua perkara besar tersebut
(Ats-Tsaqalain).
Mengapa
keluarga Nabi Saw? Apakah beliau Saw berkata seperti itu hanya dikarenakan
faktor kasih sayang beliau terhadap keluarganya dan juga karena hubungan darah
semata? Tentu saja tidak, karena segala perkataan yang keluar dari mulut suci
beliau pasti atas dasar petunjuk dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
“Dan
tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya
oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5)
Marilah
kita bertabarruk dengan mempelajari ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits
sahih yang berkenaan dengan Ahlulbait Rasulullah kemudian membuka mata dan hati
kita untuk melihat kemuliaan-kemuliaan mereka yang selama ini tidak kita
ketahui agar kita dapat mencintai mereka dan mengikuti apa yang diajarkan oleh
mereka ‘alaihimussalam.
2.4.5.
Ziarah
Kata
ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk atau
mengunjungi. Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam ketempat tertentu
yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Namun sering kali kata ziarah
disebut oleh kebanyakan orang adalah berkunjung ke makam dan dan mendoakannya
sambil mengingat akan diri sendiri dan mengambil pelajaran tentang kematian.
Kegiatan berziarah tersebut terbagi dua bagian, yakni beerziarah menurut
syari’at dan berziarah yang berbentuk bid’ah.
Pada
awal sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-laki maupun
perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya keimanan. Namun, ketika aqidah
umat islam sudah demikian mantapdan telah diketahui hukum berziarah serta
tujuannya, maka dibolehkan karena pula ada hadits yang membolehkannya. Madzhab
syafi’i berpendapat bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah, sedangkan kaum wahabi
mengatakan bahwa ziarah kubur hukumnya mubah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kajian
tentang akhlak Kepada allah dan Rasulnya merupakan kajian yang sangat penting,
karena jatuh bangunnya suatu bangsa ataupun masyarakat tergantung pada
bagaimana akhlak manusia. Seseorang yang berakhlak mulia akan memenuhi
kewajiban terhadap dirinya, memberikan hak kepada yang berhak, dia akan
melakukan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap Rosulnya, Oleh karena itu,
secara tidak langsung berahlak kepada allah dan rosulnya dapat mewujudkan
kehidupan yang sejahtera dan harmonis di dunia ini, dan menjadi kunci
kebahagiaan abadi di akhirat kelak .
B.
Saran
Kita
Selaku Manusia beriman kepada allah dan rasulnya tentunya harus paham, mengerti
dan mengimplementasikan bagaimana kita
berahlak kepada allah dan rasulnya yang seharusnya kita lakukan selaku umatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Muntahir , Al
Rado.2013. Tersedia:http://miftassyumaisah.wordpress.com/akhlak-2/akhlak-kepada-allah-swt-dan-nabi-saw/
.( online ). Jakarta. Diakses pada 21 April 2012
No comments:
Post a Comment